TINJAUAN MANAJEMEN MUTU PENDIDIKAN


  1. Pendahuluan

Mutu merupakan sesuatu yang dianggap salah satu bagian penting, karena mutu pada dasarnya menunjukkan keunggulan suatu produk jika dibandingkan dengan produk lainnya. Penignkatan mutu merupakan usaha dari setiap lembaga-lembaga penghasil produk barang tetapi juga produk jasa. Demikian halnya dalam pendidikan mutu merupakan bagian penting untuk diperhatikan.

Sallis (2005: 1) mengungkapka “quality is at the top of most agendas and improving quality is probably the most important task facing any institution. However, despite its importance, many people find quality an enigmatic concept. It is perplexing to define and often difficult to measure”. Kualitas adalah bagian penting dari seluruh agenda dalam organisasi dan meningkatkan kualitas mungkin adalah tugas yang paling penting yang dihadapi institusi manapun. Namun, meskipun penting, banyak terjadi perbedaan pendapat tentang konsep dai kualitas yang baik.

Upaya dalam peningkatan mutu pendidikan merupakan isu yang terus menerus akan menjadi perbincangan dalam pengelolan/ manajemen pendidikan. Peningkatan mutu pendidikan merupakan usaha yang harus diupayakan dengan terus menerus agar harapan untuk pendidikan yang berkualitas dan relevan dapat tercapai.

Pendidikan yang berkualitas merupakan harapan dan tuntutan seluruh stakeholder pendidikan. Semua orang tentunya akan lebih suka menntut ilmu pada lembaga yang memiliki mutu yang baik. Atas dasar ini maka sekolah/ lembaga pendidikan harus dapat memberikan pelayanan dan mutu yang baik agar tidak ditinggalkan dan mampu bersaing dengan lembaga pendidikan lainnya.

  • Manajemen Peningkatan Mutu Pendidikan

Pentingnya manajemen dalam penyelenggaraan sebuah organisasi merupakan hal yang mutlak diperlukan, demikian halnya dalam pendidikan manajemen merupakan hal yang penting. Lembaga/ perusahaan yang bergerak dalam bidah pengelolaan barang memerlukan manajemen yang baik. Lembaga pendidikan adalah lembaga yang menegelola manusia dan bertujuan menciptakan manusia-manusia berkualitas, tentunya hal ini lebih memerlukan pemikiran yang lebih ekstra dibandingkan lembaga-lembaga pengelola barang.

Hoy, Jardine and Wood (2005: 11-12) quality in education is an evaluation of the process of educating which enhances the need to achieve and develop the talents of the customers of the process, and at the same time meets the accountability standards set by the clients who pay for the process or the outputs from the process of educating. Pendapat ini menjelaskan bahwa mutu dalam pendidikan adalah evaluasi proses pendidikan yang meningkatkan kebutuhan untuk mencapai dan proses mengembangkan bakat para pelanggan (peserta didik), dan pada saat yang sama memenuhi standar akuntabilitas yang ditetapkan oleh klien (stakeholder) yang membayar untuk proses atau output dari proses pendidikan.

Untuk mengukur pendidikan yang berkualitas tentunya diperlukan kriteria/ indikator. Sallis (2005: 1-2) mengungkapkan ada banyak indikator mutu yang baik di lembaga pendidikan. Antara lain: 1) high moral values; 2) excellent examination results; 3) the support of parents, business and the local community; 4) plentiful resources; 5) the application of the latest technology; 6) strong and purposeful leadership; 7) the care and concern for pupils and students; 8) a well-balanced and challenging curriculum. Pandangan ini menjelaskan bahwa sekolah yang bermutu dan baik harus meiliki: 1) nilai-nilai moral/ karakter yang tinggi; 2) hasil ujian yang sangat baik; 3) dukungan orang tua, dunia usaha dan masyarakat setempat; 4) sumber daya berlimpah; 5) implementasi teknologi terbaru; 6) kepemimpinan yang kuat dan memiliki tujuan (visi); 7) keperdulian dan perhatian bagi siswa; 8) kurikulum yang seimbang dan relevan.

Untuk meningkatkan mutu pendidikan perlu dilihat dari banyak sisi. Telah banyak pakar pendidikan mengemukakan pendapatnya tentang faktor penyebab dan solusi mengatasi kemerosotan mutu pendidikan di lndonesia. Hadis dan Nurhayati (2010:3) menjelaskan dalam persfektif makro banyak faktor yang mempengaruhi mutu pendidikan, diantaranya faktor kurikulum, kebijakan pendidikan, fasilitas pendidikan, aplikasi teknologi informasi dan komunikasi dalam dunia pendidikan, khususnya dalam kegiatan proses belajar mengajar, aplikasi metode, strategi dan pendekatan pendidikan yang mutakhir dan modern, metode evaluasi pendidikan yang tepat, biaya pendidikan yang memadai, manajement pendidikan yang dilaksanakan secara profesional, sumberdaya manusia para pelaku pendidikan yang terlatih, berpengetahuan, berpengalaman dan professional.

Mutu adalah hal yang esensial sebagai bagian dalam proses pendidikan. Proses pembelajaran adalah tujuan organisasi pendidikan. Mutu pendidikan adalah mutu lulusan dan pelayanan yang memuaskan pihak terkait pendidikan. Mutu lulusan berkaitan dengan lulusan dengan nilai yang baik (kognitid, apektif, dan psikomotorik) diterima melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi yang berkualitas dan memiliki kepribadian yang baik. Sedangkan mutu pelayanan berkaitan dengan aktivitas melayani keperluan peserta didik, guru dan pegawai serta masyarakat secara tepat dan tepat sehingga semua merasa puas atas layanan yang diberikan oleh pihak sekolah.

Taylor, West dan Smith (2006) pada lembaga CSF ( Central for the School of the Future ) Utah State University mengungkapkan indikator sekolah bermutu adalah: 1) dukungan orang tua, 2) kualitas pendidik, 3) komitmen peserta didik, 4) kepemimpinan sekolah, 5) kualitas pembelajaran, 6) manajemen sumber daya di sekolah 7) kenyamanan sekolah.

Di samping kriteria diatas, Sitompul (2006: 57) menambahkan kualitas pendidikan yang berhasil ditandai dari:

  1. Tingginya rasa kepuasan pengajaran, termasuk tingginya pengharapan murid, Tercapainya target kurikulum pengajaran,
  2. Pembinaan yang sangat baik terhadap spiritual, moral, social dan pengembangan budaya pengajar,
  3. Tidak ada murid yang bermasalah dalam kejiwaan atau resiko emosional
  4. Tidak ada pertentangan antara hubungan murid dengan para guru/ staf.
  • Pembahasan

Dari berbagai pandangan, kriteria serta indikator yang di paparkan diatas maka dapat kita ambil kesimpulan bahwa pendidikan/ sekolah yang bermutu dapat ditingkatkan apabila sekolah memili 1) dukungan dari pemerintah, 2) Kepemimpinan Kepala sekolah yang efektif, 3) Kinerja guru yang baik, 4) kurikulum yang relevan, 5) lulusan yang berkualitas, 6) budaya dan iklim organisasi yang efektif, 7) dukungan masyarkat dan orang tua siswa. Untuk lebih jelasnya berikut ini di paparkan masing-masing indikator tersebut.

  1. Dukungan Pemerintah

Salah satu amanata dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 (UUD 1945) mengamanatkan bahwa Pemerintah Negara Indonesia harus dapat mencerdaskan kehidupan bangsa. Upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa adalah dengan cara meningkatkan mutu pendidikan serta pemerataanya pada setiap wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) .

Tidak dapat dipungkiri sebenarnya telah banyak upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam usaha peningkatan mutu pendidikan. Misalanya peningkatan anggran pendidikan 20% dari APBN dan APBD, bantuan operasional sekolah (BOS), sertifikasi guru dan peningkatankesejahteraannya, standarisasi dan akreditasi sekolah serta berbagai kebijakan lainnya. Pemerintah memegang peranan penting dalam meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia, mulai dari ketersediaan sarana dan prasarana sampai pada guru-guru yang berkualitas.

Pemerintah baik pusat maupun daerah memiliki perannya masing-masing. Sagala (2011:83) mengungkapkan adanya dukungan pemerintah pusat kaitannya dengan standarisasi, dukungan pemerintah provinsi dan kabupaten/ kota kaitanyya dengan pelayanan anggaran dan fasilitas sekolah.

Selain penyediaan sarana dan sumberdaya manusia, peranan lainnya dari pemerintah yang tak kalah pentingnya ialah memastikan bahwa penyelenggaran pendidikan bebas dari kepentingan, intervensi serta hal-hal lainya yang dapat menggangu dan menghambat tercapainya tujuan pendidikan yang bermutu. Untuk itu maka diperlukan komitmen yang kuat dan dan berkelanjutan dari pemerintah baik pemerintah pusat, provinsi maupun daerah.

  • Kepemimpinan Kepala Sekolah

Banyak defenisi yang telah dikemukakan oleh para ahli mengenai kepemimpinan. Namun jika dianalisis maka elemen yang paling sentral dari defenisi-defenisi yang diungkapkan dalam kepemimpinan yaitu adanya proses mempengaruhi. Rosmiati dan Kurniady (2010: 125) memberikan gambaran bahwa secara umum defenisi Kepemimpinan adalah kemampuan dan kesiapan yang dimiliki oleh seseorang untuk dapat mempengaruhi, mendorong, mengajak, menuntun, menggerakkan, mengarahkan dan kalau perlu memaksa orang atau kelompok agar menerima pengaruh tersebut dan selanjutnya berbuat sesuatu yang dapat membantu tercapainya suatu tujuan tertentu yang telah ditetapkan. Pada intinya kepemimpinan adalah orang yang harus mampu menggerakkan anggota organisasi dalam pencapaian tujuan organisasi.

Kepemimpinan merupakan faktor penentu dalam keberhasilan suatu organisasi. Sebagaiman diungkapkan Fred, Robbins dan Lussier yang dikutip Mesiono (2012: 66) pemimpin yang efektif adalah pemimpin yang menata kelembagaan organisasinya secara sangat terstruktur, dan mempunyai hubungan persahabatan yang sangat baik, saling percaya, saling menghargai, dan senantiasa hangat dengan bawahannya. Artinya pemimpin harus dapat menciptakan suasana yang penuh dengan kekeluargaan dengan bawahan.

Senada dengan padangan dari Fred dkk di atas Adair (2004: 119) memberikan pendapat bahwa pemimpin harus memilki: (1) give direction, (2) provide inspiration, (3) build teams, (4) set an example, (5) be accepted. Artinya pemimpin harus memliki kelima aspek tersebut yaitu: memberikan pengarahan, memberikan inspirasi, membangun tim, memberikan contoh, dan dapat diterima. Selanjutnya Adair (2004: 120) menambahakan bahwa seorang pemimpin adalah orang yang memiliki pengetahuan dan keterampilan untuk memimpin sebuah kelompok dalam rangka mencapai tujuan akhir dari sebuah organisasi. Hal ini yang dinamakan sebagai kualitas dan fungsi kepemimpinan. Kepribadian dan karakter tidak dapat ditinggalkan dari kepemimpinan. Artinya pemimpin memang harus dapat membawa organisasinya mencapai tujuan akhir dari organisasi bukan sekedar tujuan sementara dari organisasi. Untuk dapat mewujudakannya maka dibutuhkan pemimpin yang berkualitas dalam organisasi.

Layaknya kepemimpinan dalam organisasi lainnya baik profit maupun non profit dalam organisasi pendidikan kepemimpinan juga merupakan faktor utama dalam meningkatkan kefektifan organisasinya/ sekolahnya. Dalam dunia pendidikan atau yang lebih spesifiknya di sekolah, pemimpinnya disebut dengan Kepala Sekolah atau Kepala Madrasah.

Sebagai pemimpin di dalam sekolah maka Kepala Sekolah dituntut agar dapat menciptakan sekolah yang bermutu apalagi pada zaman sekarang ini yang serba dinamis dan perubahan-perubahan harus direspon cepat agar dapat mengikuti perkembangan zaman serta tuntutan stakeholder pendidikan sehingga menciptakan lulusan-lulusan terbaik. Sebagaimana yang diungkapakan oleh Bush (2008: 1) there is great interest in educational leadership in the early part of the twentyfirst century. This is because of the widespread belief that the quality of leadership makes a significant difference to school and student outcomes. In many parts of the world, including both developed and developing countries, there is recognition that schools require effective leaders and managers if they are to provide the best possible education for their students and learners.

Pendapat ini memberikan keyakinan yang luas bahwa kualitas kepemimpinan membuat akan memberikan perbedaan yang signifikan terhadap sekolah dan siswa (output). Diberbagai belahan dunia, termasuk negara maju maupun negra berkembang, ada pengakuan bahwa sekolah memerlukan para pemimpin yang efektif jika mereka berkeinginan untuk memberikan pendidikan yang terbaik bagi peserta didik mereka.

Hammond dkk (2010: 14) menyatakan pentingnya kepemimpinan untuk sekolah dan perbaikan instruksional telah didokumentasikan dengan baik. Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa para pemimpin dapat mempengaruhi hasil belajar kelas melalui dua jalur utama. Jalur pertama melibatkan praktek kepemimpinan yang secara langsung mempengaruhi belajar mengajar, misalnya, melalui dukungan pengembangan guru. Yang kedua meliputi kegiatan yang secara tidak langsung mempengaruhi praktek dengan menciptakan kondisi organisasi di sekolah yang kondusif untuk perubahan positif. Masing-masing jalur telah dikaitkan dengan hasil prestasi siswa.

Sebagai pemimpin/ manajer dalam pendidikan kepala sekolah dituntut memilki intelegensia yang tinggi dalam menjalankan roda organisasinya/ sekolah. Kydd, Crawford dan Riches (2004) dalam Siahaan dkk (2006: 109- 111) menyatakan intelegensia manajerial/ kepala sekolah yang harus di miliki kepala sekolah adalah sebagai berikut: (1) mencipta, (2) merencanakan, (3) mengorganisasikan, (4) berkomunikasi, (5) memotivasi, (6) mengevaluasi. Enam intelegensia tersebut merupakan mutlak diperlukan oleh kepala sekolah untuk mencapai tujuan sekolah yang efektif dan efisien.

Jadi, dari berbagai penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa Kepemimpinan merupakan proses pemimpin mempengaruhi pengikut untuk: (1) menginterpretasikan keadaan (lingkungan sekolah); (2) memilih tujuan sekolah; (3) pengorganisasian kerja dan memotivasi pengikut untuk mencapai tujuan sekolah; (4) mempertahankan kerjasama dan tim kerja; (5) mengorganisasi dukungan dan kerjasama orang dari luar sekolah. Dalam lingkungan pendidikan, secara spesifik kepemimpinan pendidikan dimaknai sebagai kemampuan mempengaruhi suatu kelompok ke arah tercapainya tujuan pendidikan.

Fungsi kepemimpinan pendidikan di sekolah sebagai kepemimpinan manajerial adalah pengelola mutu, yang meliputi perencanaan mutu, pengembangan produk dan proses yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhaan pelanggan. Oleh karena itu pemimpin pendidikan harus memiliki kemampuan sebagai berikut: (1) mengorganisasikan; (2) membangkitkan dan memupuk kepercayaan; (3) membina dan memupuk kerjasama dalam mengajukan dan melaksanakan program-program supervisi; dan (4) mendorong dan membimbing guru beserta staf agar bertanggungjawab pada setiap usaha untuk mencapai tujuan sekolah.

Proses kepemimpinan kepala sekolah meliputi: (1) mengambil keputusan; (2) mengembangkan imajinasi; (3) mengembangkan kesetiaan pengikutnya; (4) memprakarsai, menggiatkan, dan mengendalikan rencana; (5) melaksanaan keputusan dengan memberikan dorongan kepada para pengikutnya; (6) memanfaatkan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya; (7) melaksanakan kontrol dan perbaikan-perbaikan atas kesalahan; (8) memberikan tanda penghargaan; (9) mendelegasikan wewenang kepada bawahannya.

Kepala sekolah adalah orang yang memiliki tanggungjawab terbesar dalam upaya memajukan pendidikan (pendidikan bermutu) di setiap satuan pendidikan yang di pimpinnya. Besarnya tanggung jawab yang diemban oleh Kepala sekolah tentunya menuntut orang yang memilki kompetensi dan komitmen yang tinggi sehingga dapat menjalankan tugas dalam upaya menciptakan pendidikan bermutu disekolah yang pada akhirnya menciptakan pendidikan yang bermutu secara nasional.

  • Kinerja Guru

Guru merupakan ujung tombak dalam pendidikan (proses pembelajaran), karena guru orang yang berhadapan langsung dengan peserta didik. Untuk itu guru harus mampu bekerja dengan baik sehingga peserta didik yang dihasilkan akan memilki kompetensi yang sesuai dengan harapan. Undang-Undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Pasal 4 menegaskan bahwa guru sebagai agen pembelajaran berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional. Untuk dapat melaksanakan fungsinya dengan baik, guru wajib untuk memiliki syarat tertentu, salah satu di antaranya adalah kompetensi. Dalam proses pendidikan guru memiliki peranan sangat penting dan strategis dalam membimbing pesserta didik kearah kedewasaan, kematangan dan kemandirian, sehingga guru sering dikatakan ujung tombak pendidikan. Dalam melaksanakan tugasnya seorang guru tidak hanya menguasai bahan ajar dan memiliki kemampuan teknis edukatif tetapi memiliki juga kepribadian dan integritas pribadi yang dapat diandalkan sehingga menjadi sosok panutan bagi peserta didik, keluarga maupun masyarakat (Sagala, 2011: 99).

Kinerja Guru akan menjadi optimal, bilamana diintegrasikan dengan komponen sekolah baik kepala sekolah, budaya/iklim sekolah, guru, karyawan, maupun anak didik. Pidarta (2005: 179) mengemukakan ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kinerja guru dalam melaksanakan tugasnya antara lainyaitu : 1) kepemimpinan Kepala sekolah, 2) budaya/ iklim sekolah, 3) harapan-harapan, dan 4) kepercayaan personalia sekolah.

Kinerja guru merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sebuah sistem mulai dari input, proses dan output, dalam upaya pencapaian tujuan suatu lembaga pendidikan. Oleh karena itu, upaya peningkatan kinerja guru dari segi pro fesionalisme sebagai tenaga pendidik mutlak diperlukan.

  • Kurikulum Yang Relevan

Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional nomor 20 tahun 2003 dijelaskan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.

Kurikulum merupakan suatu sistem yang memiliki komponen-komponen tertentu. Sudarsyah dan Nurdin (2010:191) menjelaskan komponen-komponen kurikulum terdiri dari tujuan, isi, metode dan evaluasi. Keterkaitan masing-masing komponen ini dapat dilihat pada gambar 3 berikut ini :

Kinerja Guru akan menjadi optimal, bilamana diintegrasikan dengan komponen sekolah baik kepala sekolah, budaya/iklim sekolah, guru, karyawan, maupun anak didik. Pidarta (2005: 179) mengemukakan ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kinerja guru dalam melaksanakan tugasnya antara lainyaitu : 1) kepemimpinan Kepala sekolah, 2) budaya/ iklim sekolah, 3) harapan-harapan, dan 4) kepercayaan personalia sekolah.

Kinerja guru merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sebuah sistem mulai dari input, proses dan output, dalam upaya pencapaian tujuan suatu lembaga pendidikan. Oleh karena itu, upaya peningkatan kinerja guru dari segi pro fesionalisme sebagai tenaga pendidik mutlak diperlukan.

  • Kurikulum Yang Relevan

Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional nomor 20 tahun 2003 dijelaskan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.

  • Penutup

Rendahnya mutu pendidikan di Indonesia harus mendapatkan penyelesaian dengan segera. Untuk dapat menigkatkan mutu pendidikan maka diperlukan usaha yang serius dan nyata dari semua pihak mulai dari pemerintah baik pusat maupun daerah, kepala sekolah, guru, siswa, orang tua, masyarakat serta dunia usaha dan industri.

Kehadiran manajemen dalam upaya peningkatan mutu pendidikan tidak lagi terbantahkan. Manajemen merupakan bagian penting dalam kegiatan-kegiatan untuk peningkatan dan relevansi mutu pendidikan. Atas dasar itu diharapkan seluruh stakeholeder dalam dunia pendidikan dapat memahami peranannya bahkan dapat mengimplementasikannya.

Strategi Menumbuhkan Motivasi Belajar


IMG_20180410_090649

Topik ini yang sebenarnya muncul dari sebuah acara webinar. Sebagai salah seorang pembicara, saya harus menjawabnya. Kasihan Ibu Guru yang bertanya. Sudah bela-belain daftar, eh malah dicuekin. Kan gak enak. Bisa jadi saya gak bakalan diundang lagi jadi pembicara di webinar-webinar berikutnya.

Tidak banyak yang mengungkap bahwa Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) pada prinsipnya adalah sebuah proses komunikasi. Terdapat lima unsur dalam berkomunikasi, di mana satu dengan lainnya saling berkaitan; sumber (communicator), pesan (message), media (medium), penerima pesan (audience) dan efek (effect). Sumber di sini adalah ‘guru’, sedangkan penerima pesan sebagai ‘siswa‘. Masing masing memiliki karakteristik.

Pesan, media dan efek adalah benda yang hanya bisa bereaksi jika ada aksi. Hukum fisika melekat di dalamnya. Sedangkan guru dan siswa adalah jasad insani yang memiliki psikis selain fisik.

Baca lebih lanjut

Mendikbud: “Tidak Ada Sekolah Gratis!”


ariasdi Mendikbud-LPMP

Padang, 27 April 2018

Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli) merupakan salah satu bagian kebijakan pemerintah melalui Peraturan Presiden Nomor 87 dalam melaksanakan reformasi di bidang hukum. Tujuan dari program ini agar menjadikan pemerintah yang bersih, jujur dan adil dari kegiatan pungutan liar guna meningkatkan kemajuan bangsa dan negara bidang hukum.

Saber Pungli menjadi momok bagi sekolah saat memungut biaya pendidikan dari masyarakat. Padahal sumber dana dari masyarakat sangat dibutuhkan dalam menjalankan sistem pendidikan agar sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan (SNP).

“Bagaimana mungkin sekolah bisa mencapai mutu sesuai SNP tersebut jika sumber pembiayaan sekolah hanya diandalkan dari dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS)”, ujar salah seorang Kepala Sekolah Dasar yang sedang mengikuti Bimbingan Teknis Sitem Penjaminan Mutu Pendidikan (SPMI) Agkatan I bagi Sekolah Model di Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Sumatera Barat. Baca lebih lanjut

Selamat Jalan Mata Pelajaran TIK


Tulisan ini menjadi Index Headline di kompasiana.com pada tanggal 3 April 2013.

Gambar

——————————————-

Hanya dalam kurun waktu lima tahun sejak dimasukkannya Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) sebagai mata pelajaran pokok dalam Kurikulum Pendidikan, dunia TIK di Indonesia berkembang begitu dahsyatnya. Kurikulum 2004 yang dilanjutkan dengan KTSP 2006 memberikan ruang dan peluang untuk memfasilitasi masyarakat akademik dari tingkat dasar, menengah hingga perguruan tinggi untuk mengenal lebih dekat dengan teknologi komputer beserta multimedianya. Rangsangan tersebut, walau pada awalnya seperti hal yang mustahil diwujudkan oleh lembaga pendidikan karena komputer merupakan sarana dan prasarana yang dianggap mewah dan mahal, berdampak di tahun-tahun belakangan ini. Baca lebih lanjut

‘Classic Teachers’ versus ‘Digital Students’ (Sebuah Refleksi Menyambut Kelahiran Kurikulum 2013)


Digital Students’ are young adults who have grown up with digital technologies integrated as an everyday feature of their lives. Digital students use technology differently from previous generations of students, fluidly and often simultaneously using instant messengers, mobile phones, the Web, MP3 players, online games and more ( Andone, at al; 2009).

Anekdot: “Dua perangkat gadget dengan jenis dan harga yang sama dibagikan kepada satu orang guru dan satu orang peserta didik yang duduk di tingkat sekolah dasar (SD) pada waktu bersamaan. Beberapa saat kemudian, peserta didik telah asik berselancar, sementara sang guru masih sibuk mencari cara bagaimana menghidupkannya” (Ariasdi; 2013). Baca lebih lanjut

CEMAS


Pada saat tulisan ini dibuat, Januari hampir menghabiskan paruh pertamanya. Artinya, 2012 telah berlalu. Namun serangkaian kegiatan dan agenda Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, khususnya di bagian  Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan (BPSDMP) yang diselenggarakan oleh LPMP di tingkat Provinsi, begitu padat pada tahun tersebut.

Sosialisasi pengisian instrumen Evaluasi Diri Sekolah (EDS) memasuki tahun ke tiga penyelenggaraan. Perubahan cukup signifikan dari format, teknis pengambilan responden, pengisian instrumen hingga melahirkan Profil Mutu Sekolah, RKS dan RKAS, sehingga cukup memakan energi untuk memberi pengertian ke satuan pendidikan tentang latar belakang perubahan tersebut.

Kegiatan lain yang yang cukup menghebohkan adalah penyelenggaraan Uji Kompetensi Guru (UKG). Berbagai polemik timbul di berbagai media cetak dan elektronik tentang UKG ini yang diselenggarakan secara on-line. Pesimis tentang hal-hal mendasar, seperti; bisakah kegiatan tersebut dilaksanakan? Mampukah daerah mempersiapkan sarana dan prasarananya? Pertanyaan berlanjut, sanggupkah seluruh guru-guru kita mempergunakan komputer untuk menjawab materi uji? Guru yang mengajar di tingkat menengah masih mendingan, namun bagaimana dengan guru sekolah dasar yang berada di pelosok daerah yang belum bersentuhan sama sekali dengan media on-line dan bahkan belum bisa komputer? Baca lebih lanjut

Habibie, Teknologi, Seni dan Cinta


habibie

PUISI HABIBIE UNTUK AINUN

Ainun…

Sebenarnya ini bukan tentang kematianmu,
bukan itu.
Karena,
aku tahu bahwa semua yang ada pasti menjadi tiada pada akhirnya
dan kematian adalah sesuatu yang pasti, dan kali ini adalah giliranmu untuk pergi,
aku sangat tahu itu.

Tapi yang membuatku tersentak sedemikian hebat,
adalah kenyataan bahwa kematian benar-benar dapat memutuskan kebahagiaan dalam diri seseorang,
sekejap saja, lalu rasanya mampu membuatku menjadi nelangsa setengah mati,
hatiku seperti tak di tempatnya, dan tubuhku serasa kosong melompong, hilang isi.

Kau tahu sayang, rasanya seperti angin yang tiba-tiba hilang berganti kemarau gersang.
Pada airmata yang jatuh kali ini, aku selipkan salam perpisahan panjang,
pada kesetiaan yang telah kau ukir, pada kenangan pahit manis selama kau ada,
aku bukan hendak megeluh, tapi rasanya terlalu sebentar kau disini.

Mereka mengira aku lah kekasih yang baik bagimu sayang,
tanpa mereka sadari, bahwa kaulah yang menjadikan aku kekasih yang baik. 
mana mungkin aku setia padahal memang kecenderunganku adalah mendua, tapi kau ajarkan aku kesetiaan, sehingga aku setia,
kau ajarkan aku arti cinta, sehingga aku mampu mencintaimu seperti ini.

Selamat jalan, 
Kau dari-Nya, dan kembali pada-Nya, 
kau dulu tiada untukku, dan sekarang kembali tiada. 
selamat jalan sayang, cahaya mataku, penyejuk jiwaku, 
selamat jalan,calon bidadari surgaku ….

habibie 2

Satu per satu kata dan kalimat yang dirangkai menjadi bait puisi di atas kubaca perlahan. Baru beberapa bait kulewati, tenggorokanku seakan tersedak. Air mataku tiba-tiba berlinang. Kuhentikan sejenak, agar tidak terlalu hanyut, tanpa berpaling dari tulisan. Khawatir dilihat peserta diklat yang saat itu kupimpin.

Aku terpana setelah puisi singkat tersebut tuntas kubaca. Mataku nanar. Kuhela nafas panjang dengan harapan dapat menenangkan diri. Laptop di hadapanku masih terkembang. Enggan kututup, walau panitia sudah mengingatkanku untuk segera ke ruang makan, sekaligus istirahat dan sholat Dzuhur.

Sesaat kemudian, tangan kananku kembali bergerak menggeser-geser mouse. Kubuka e-mail yang sudah dua hari tidak kubaca. Beberapa mailinglist sedang membahas topik ‘Puisi Habibie untuk Ainun’. Aha,… aku tidak sendiri. Ada yang sebatin denganku. Juga meneteskan air mata, seperti Anda jika menghayatinya. Baca lebih lanjut

Uji Publik Kurikulum 2013


Mulai tanggal 29 November 2013 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah mengumumkan Draft Resmi Kurikulum 2013. Draft ini juga bisa diuji publik secara online di http://kurikulum2013.kemdikbud.go.id/.

Pengembangan Kurikulum 2013 dilakukan dalam empat tahap. Tahap pertama, penyusunan kurikulum di lingkungan internal Kemdikbud dengan melibatkan sejumlah pakar dari berbagai disiplin ilmu dan praktisi pendidikan. Tahap kedua, pemaparan desain Kurikulum 2013 di depan Wakil Presiden selaku Ketua Komite Pendidikan yang telah dilaksanakan pada tanggal 13 Nopember 2012 serta di depan Komisi X DPR RI pada tanggal 22 Nopember 2012. Tahap ketiga, pelaksanaan uji publik guna mendapatkan tanggapan dari berbagai elemen masyarakat. Baca lebih lanjut

ICT dalam Proses Pembelajaran Membodohi Peserta Didik


Nyaris satu tahun saya tidak memperbarui laman ini. Rutinitas kantor dan pelaksanaan kegiatan di lapangan membuat nafsu untuk membuat tulisan jadi berkurang. Walaupun saya singgahi, paling untuk melihat statistik pengunjung, apakah masih ada yang mampir atau bahkan blog ini telah dilupakan sama sekali. Namun Alhamdulillah, komentar dari beberapa tulisan tetap berdatangan, sehingga niat untuk menghapus blog ini dari dunia maya terbuyarkan.

Mengapa sekarang tiba-tiba ingin menulis lagi? Ada yang spesial?

Sebenarnya tidak, kalau saja salah seorang Dekan dari sebuah Fakultas di Universitas ternama di kota saya tidak mengeluarkan beberapa kalimat yang mengagetkan. Dalam sebuah pertemuan terbatas yang juga dihadiri Pak Dekan tersebut menyimpulkan bahwa sebanarnya Pembelajaran Berbasis ICT membodohi siswa. Guru sebaiknya memberikan pengalaman nyata dalam proses pembelajaran. Orientasinya salah satu negara maju di Asia, yang sama sekali menghindari memberikan pembelajaran dengan pendekatan ICT. Setidaknya itu kesimpulan yang diterima Pak Dekan dari beberapa tokoh pendidikan dari luar negeri dalam sebuah acara. Pembelajaran dengan menggunakan ICT, lanjutnya, hanya memberikan dunia semu kepada siswa. Tidak realistis.

Pernyataan Pak Dekan di atas hampir hilang dari memori saya karena sudah berlalu sekitar empat bulan. Namun seminggu yang lalu, kalimat Pak Dekan tersebut menjadi meradang kembali, karena pernyataan yang sama juga dilontarkan oleh salah satu pejabat Kabupaten di Provinsi Sumbar dalam pembukaan acara Pelatihan Pembuatan Media Pembelajaran Berbasis ICT yang dihadiri oleh perwakilan guru SLTP di Kabupaten tersebut. Saya sendiri duduk di samping Beliau karena saya dihadiri sebagai narasumber. Saya memiliki kesempatan untuk menjelaskan posisi ICT dalam proses pembelajaran, namun Pak Pejabat keburu pamit setelah acara pembukaan, mengetuk mik tiga kali (karena palu tidak disediakan) dan menyantap hidangan kecil serta mereguk minuman kemasan gelas plastik, tanpa sedikitpun mengikuti acara yang baru saja dibukanya. Ahh… Baca lebih lanjut